Penulis:
- Abe Shafa
- Arya Jons Simanjuntak
Penangkapan Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memicu perdebatan yang luas di kalangan masyarakat dan kalangan politik. Kasus ini tidak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga melibatkan dinamika politik yang kompleks.
Dalam essay ini, kita akan menganalisis penangkapan Hasto Kristiyanto dengan menggunakan teori hukum, khususnya teori keadilan dan teori hukum positif, untuk memahami implikasi dari tindakan hukum ini dalam konteks politik Indonesia.
Kronologi Penetapan Hasto Sebagai Tersangka
Penetapan HK sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024 untuk pergantian antar waktu itu disampaikan langsung oleh Ketua KPK baru Setyo Budiyanto, Selasa (24/12/2024) sore. Setyo didampingi oleh Deputi Penindakan Asep Guntur Rahayu dan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto yang berlangsung di Gedung Merah Putih KPK.
Pernyataan Setyo Budiyanto mengenai status hukum Hasto menjadi tersangka yang beredar sejak senin pagi. Memantik pertanyaan publik, mengapa lembaga antirasuah itu baru menetapkan tersangka saat ini. Padahal, kasus dugaan suap itu sudah bergulir sejak tahun 2019.
Menurut Setyo Budiyanto selaku pimpinan KPK baru, Surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024 yang dikeluarkan KPK itu merupakan hasil pengembangan penyidikan yang telah berlangsung sejak 2019 dari kasus tindak pidanan pemberian hadiah atau janji kepada pejabat public atau penyelenggara negara.
Menanggapi pertanyaan jurnalis yang bertanya mengapa KPK baru menetapkan tersangka HK sekarang padahal kasus ini sudah berjalan sejak empat tahun silam, menurutnya KPK baru menetapkan tersangka sekarang ini karena sudah ada kecukupan alat bukti dari hasil penyelidikan kasus Harun Masiku.
Dalam pencarian DPO Harun Masiku, calon anggota DPR 2019-2024, KPK juga memanggil, memeriksa, dan menyita sejumlah barang bukti elektronik. ”Di situlah kemudian kami mendapatkan banyak bukti dan petunjuk yang kemudian menguatkan keyakinan penyidik untuk melakukan tindakan dan mengambil keputusan,” kata Setyo.
Penyidik KPK, lanjutnya, menemukan bukti keterlibatan HK dan Donny Tri Istiqomah dalam perkara suap kepada Wahyu Setiawan. Donny merupakan orang kepercayaan HK. Suap diduga diberikan untuk memudahkan penetapan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR 2019-2024 yang akan menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal.
Awal Mula Kasus
Awal mula kasus dugaan suap atau gratifikasi adalah penempatan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR dari PDI-P di daerah pemilihan (dapil) 1 Sumatera Selatan. Padahal, Harun Masiku berasal dari Sulawesi Selatan. Alhasil, pada saat Pemilu Legislatif 2019, Harun Masiku hanya mendapatkan 5.878 suara. Sementara calon anggota legislatif (caleg) lain, yakni Riezky Aprilia, meraup 44.402 suara. Perolehan suara Riezky Aprilia itu menempatkan nya sebagai caleg dengan perolehan suara terbanyak kedua dari PDI-P di dapil tersebut.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait