SERANG, iNewsBanten – Penetapan Irna Narulita sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Banten periode 2025–2030 menuai kecaman dari kalangan aktivis mahasiswa. Irna, yang merupakan mantan Bupati Pandeglang sekaligus istri Wakil Gubernur Banten, dinilai sebagai representasi kuat dari politik dinasti yang masih mengakar di Provinsi Banten.
Meski keputusan tersebut diklaim telah disepakati bulat oleh formatur PAN dalam Musyawarah Wilayah ke-VII, penunjukan Irna justru dianggap sebagai bagian dari strategi politik untuk mempertahankan dominasi keluarga dalam kekuasaan menjelang Pemilu 2029.
“Ini bukan regenerasi kader, tapi regenerasi kekuasaan. PAN telah mempertegas dirinya sebagai kendaraan politik keluarga tertentu. Sangat disayangkan,” ujar Mewaldi, Koordinator Aliansi Mahasiswa Progresif Sosial (AMPAS) Banten kepada iNewsBanten, Jumat (13/6/2025).
Mewaldi menilai, langkah PAN menempatkan Irna di posisi puncak DPW tak bisa dilepaskan dari ambisi menjaga kekuatan struktural menjelang tahun-tahun politik. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai kemunduran demokrasi internal partai dan peringatan akan menguatnya praktik oligarki lokal.
“Langkah ini menutup ruang bagi kader-kader muda yang lahir dari perjuangan dan bukan dari trah kekuasaan. Ini adalah sinyal buruk bagi demokrasi partai,” lanjutnya.
Sebagai tindak lanjut, Irna diminta segera menyusun komposisi kepengurusan dan mengajukan SK ke DPP PAN. Partai berlambang matahari ini menargetkan posisi tiga besar nasional dan menjadi partai pemenang di Banten pada Pemilu 2029.
Namun bagi AMPAS Banten, target tersebut justru memperkuat dugaan bahwa ada agenda pelanggengan kekuasaan keluarga yang menyisihkan kader-kader independen dan rakyat biasa.
“Kami tidak anti-politik. Tapi kami menolak politik yang menghidupkan kembali lingkaran kekuasaan tertutup. Banten butuh pembebasan politik, bukan pengulangan elitisme,” tutup Mewaldi, mahasiswa semester 8 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA).
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
