Keluarga ahli waris juga menduga adanya peran oknum lurah, yang disebut telah menerbitkan surat keterangan warga yang tidak selaras dengan dokumen kepemilikan, peta blok, serta kondisi fisik lokasi tanah. Dugaan ini menjadi salah satu dasar laporan resmi yang kini tengah ditangani aparat penegak hukum.
Sebagai bentuk keberatan, ahli waris melaporkan perkara ini ke Polda Banten dengan melampirkan sejumlah dokumen penting, antara lain segel jual beli tahun 1957, SPPT Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Iskandar dengan Nomor Objek Pajak 36.73.040.011.003.0051.0, Kohir Nomor 1319, peta blok tanah tahun 1993–1994, serta bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sejak 1961 hingga 2025.
Menurut ahli waris, penggunaan Letter C dan surat keterangan kelurahan sebagai dasar klaim kepemilikan tanpa disertai alas hak yang sah berpotensi menyesatkan secara administratif. Dalam praktik pertanahan, Letter C sejatinya hanya merupakan data administrasi desa, bukan bukti hak kepemilikan yang berdiri sendiri, terlebih jika tidak sinkron dengan peta bidang, kohir, serta riwayat pajak yang tercatat selama puluhan tahun.
Tim iNews Banten berupaya mengonfirmasi dugaan tersebut kepada pihak kelurahan. Saat dikonfirmasi, Lurah Serang, Jaenudin, membantah adanya pelanggaran dalam proses administrasi yang dilakukan oleh pihak kelurahan.
“Kami bekerja sesuai aturan dan berdasarkan data yang ada di kantor kelurahan. Semua administrasi yang kami keluarkan mengacu pada buku induk tanah dan arsip yang dimiliki kantor kelurahan,” ujar Jaenudin.
Jaenudin juga menegaskan bahwa apabila di kemudian hari ditemukan adanya kesalahan data, hal tersebut tidak sepenuhnya dapat dibebankan kepada dirinya sebagai lurah yang saat ini menjabat.
“Kalau memang ada kesalahan, silakan ditanyakan ke lurah-lurah sebelumnya. Saya sebagai pemerintah bekerja berdasarkan data dan buku induk tanah yang ada dan tercatat di kantor kelurahan,” tegasnya.
Meski demikian, pihak ahli waris menilai klarifikasi tersebut justru menegaskan pentingnya penelusuran menyeluruh oleh aparat penegak hukum, terutama terkait proses penerbitan surat di tingkat kelurahan serta pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Kasus ini kembali membuka persoalan klasik dalam tata kelola pertanahan, khususnya lemahnya pengawasan terhadap penerbitan surat keterangan tanah di tingkat bawah yang kerap menjadi pintu masuk konflik dan dugaan mafia tanah. Bagi ahli waris almarhum Iskandar, perkara ini bukan semata soal nilai ekonomi lahan, melainkan menyangkut perlindungan hak hukum warga atas tanah warisan yang diduga telah dikuasai oleh para oknum mafia tanah.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
