INTERNASIONAL, iNewsBanten - Serangan darat Israel yang menghancurkan 16 pemakaman di Gaza dikritik sebagai bentuk pelanggaran hukum internasional.
Pakar hukum internasional mengatakan penodaan kuburan melanggar Statuta Roma, yakni perjanjian tahun 1998 yang membentuk dan mengatur Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengadili kejahatan perang, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi. Israel, yang awalnya mendukung pembentukan pengadilan tersebut, tidak meratifikasi Statuta Roma.
Menurut perjanjian itu, pemakaman diberikan perlindungan sebagai “objek sipil” berdasarkan hukum internasional dan diberikan perlindungan khusus, dengan pengecualian terbatas.
Pemakaman hanya dapat diserang atau dihancurkan jika pihak yang bertikai menggunakannya untuk tujuan militer, atau jika hal tersebut dianggap sebagai kebutuhan militer, dengan keuntungan militer yang diperoleh lebih besar daripada kerusakan pada objek sipil.
“Sifat sipil dari kuburan tersebut masih utuh sampai batas tertentu. Jadi seseorang yang ingin menyerang kuburan masih harus mempertimbangkan jenis penggunaan kuburan oleh pihak sipil dan kepentingan sipil dari kuburan tersebut, dan harus meminimalkan kerusakan pada fungsi sipil dari kuburan tersebut,” terang Janina Dill, salah satu direktur di Institut Etika, Hukum dan Konflik Bersenjata Universitas Oxford, kepada CNN.
Afrika Selatan diketahui mengangkat penghancuran kuburan yang dilakukan IDF di Gaza sebagai bagian dari kasusnya di Mahkamah Internasional dengan alasan Israel melakukan genosida. Israel membantah tuduhan tersebut, namun Dill mengatakan bahwa meskipun penghancuran kuburan saja tidak berarti genosida, hal ini dapat menambah bukti niat Israel.
“Ada makna simbolis yang besar dari gagasan bahwa orang mati pun tidak akan dibiarkan dalam damai,” terangnya.
“Hukum humaniter internasional melindungi martabat orang-orang yang berada di luar pertempuran atau pertempuran, dan perlindungan itu tidak berakhir ketika mereka meninggal,” lanjutnya.
Editor : Mahesa Apriandi