get app
inews
Aa Text
Read Next : Walikota Hadiri Rapat Kerja Pembahasan Rancangan Awal RPJMD Kota Cilegon Tahun 2025-2029

Jaringan GUSDURian Tangerang Buka Suara Tolak Perluasan Kekuasaan TNI-Polri

Minggu, 30 Maret 2025 | 09:21 WIB
header img
Isyatami Aulia, Koordinator Jaringan GUSDURian Tangerang. | Foto: Pribadi.

TANGERANG, iNewsBanten - Koordinator Jaringan GUSDURian Tangerang, Isyatami Aulia buka suara soal aksi penolakan pengesahan RUU TNI yang diketok menjadi UU TNI, menciptakan gelombang protes besar terhitung sejak tanggal 20 s/d 29 Maret 2025.

Beragam elemen masyarakat tak henti-hentinya turun ke jalan. Hingga hari kesembilan aksi tercatat 72 titik demonstrasi di seluruh Indonesia menuntut pemerintah mencabut UU TNI yang dianggap memperluas kekuasaan militer dalam ranah sosial dan politik.   

"Terkait UU TNI yang disahkan jelas itu melanggar supremasi sipil. Apalagi dalam prosesnya terkesan buru-buru serta tidak melibatkan partisipasi publik," kata Isyatami Aulia dalam wawancara WhatsApp Minggu, (30/3) 2025.

Sebagai penggerak GUSDURian, Isyatami juga sangat menyayangkan pengesahan UU TNI ini. Menurutnya, peran ganda militer di ranah sipil menjadi kerugian tersendiri untuk masyarakat, terutama di wilayah ekosistem sosial, politik dan pemerintahan memiliki peluang menyimpang.

"Saya mengutip pendapat mbak Alissa Wahid, kalau militer ikut campur di ranah sipil akan berpotensi abai dengan tugas pertahanan. Apalagi melihat dari sejarahnya, dwifungsi pernah hidup di zaman orde baru setelah kemudian resmi dihapuskan oleh Gus Dur di masa pemerintahannya," lanjut Isyatami.

Selain itu, perempuan yang kerap disapa Tami, dia khawatir adanya upaya pemerintah untuk segera mengesahan RUU Polri yang dicemaskan akan menjadi lembaga super kuat yang kebal dari pengawasan, termasuk ketika disalahgunakan menjadi aktor politik.

"Dalam draft RUUnya (Polri) pengawasan terhadap Polisi tidak diperkuat. Kalau tujuannya untuk menuju Polri yang lebih profesional, kenapa pengawasannya justru tidak diperhatikan. Disisi lain, adanya ini (RUU Polri) kewenangan Polri justru bertambah dan luas," ujarnya.

Isyatami mengungkapkan, bahwa ada beberapa pasal dalam draft tersebut yang menjadi bermasalah dan perlu ditinjau ulang. Salah satunya pada Pasal 14 ayat (1) C yang mengatur bahwa Polri dapat "melaksanakan tugas lain".

"Nah narasi ini bisa menjadi peluang dan legitimasi polisi mengerjakan urusan di luar tugas utamanya," kata Tami.

Selanjutnya, sebagai upaya solusi persoalan pengawasan ini, Isyatami Aulia menyampaikan pemerintah dan DPR seyogyanya memperkuat sistem pengawasan eksternal terhadap Polri.

Tidak boleh, kata dia, lembaga pengawas berada di bawah subordinasi pimpinan kepolisian.

Masih kesempatan yang sama, Isyatami Aulia, Koordinator GUSDURian sangat prihatin ketika ditanyakan perihal kejadian-kejadian selama aksi kemarin.

Isyatami berkata, terkait mobil ambulance yang dihadang saat aksi dan penggeledahan tas medis oleh pihak aparat kepolisian. Menurutnya, ini jelas sudah melanggar Hukum Humaniter Internasional.

Terlalu ugal-ugalan, ucap dia, pihak kepolisian tidak sepatutnya bertindak represif dan harus memerhatikan prinsip kemanusiaan.

"Jangankan medis, warga sipil seperti Ojol (Ojek Online) yang melintas saja tidak luput mengalami kekerasan aparat (Kepolisian) saat aksi kemarin. Pihak yang katanya melindungi dan mengayomi justru menjadi alat untuk memukul masyarakat yang harusnya dilindungi," Tutup Isyatami.

Editor : Mahesa Apriandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut