Bek berusia 28 tahun itu mengungkapkan awalnya dia dan para pemain seperti biasa ingin menghampiri suporter sebagai bentuk penghormatan atas dukungan yang diberikan kendati menelan kekalahan.
Namun ketika banyak pendukung yang masuk ke dalam lapangan, dia dan para pemain lainnya akhirnya memilih untuk segera masuk ke ruang ganti.
“Ini adalah derby yang sebanding dengan FC Porto-Benfica. Ini pertandingan yang membuat stadion penuh. Namun karena bisa menimbulkan risiko, kehadiran suporter Persebaya tidak diperbolehkan. Kami tidak pernah berpikir bisa sampai seperti ini,” kata Silva, dikutip dari A Bola, Senin (3/10/2022).
“Meski kalah, kami akan berjalan-jalan di sekitar stadion untuk menghormati para penggemar, langkah itu terbatas pada pertemuan di tengah lapangan. Kami menerima indikasi dengan beberapa penggemar di lapangan, saya pikir banyak yang datang untuk memberi dukungan dan bukan untuk menyerang, tetapi lebih baik pergi ke ruang ganti,” lanjutnya.
Silva mengungkapkan kalau skuad Singo Edan berlindung di ruang ganti selama berjam-jam. Hingga akhirnya, kejadian mencekam mulai terjadi ketika para penonton mulai berteriak. Dia mengaku melihat banyak darah di koridor dan melihat langsung suporter yang sudah tidak bernyawa.
"Kami menghabiskan empat atau lima jam di ruang ganti, dibarikade dengan meja dan kursi untuk menahan pintu. Kami hanya merasa sedikit aman! Kami tidak mengetahui apa-apa, ada banyak kebisingan, keributan dan jeritan di koridor. Kami tidak tahu apakah orang-orang meneriaki kami atau karena tertekan. Hingga sampai pada titik di mana Anda bisa mengatakan itu (teriakan) karena penderitaan,” ungkapnya.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait