Pertama ; Kondisi umur alat dan mesin produksi PT.Kras sudah tidak muda lagi, mesin produksi dan sistem produksi PT.Kras itu sudah berusia hampir 50 (lima puluh tahun) sehingga berdampak pada biaya perawatan yang tinggi, yang implikasinya menjadi biaya produksi tinggi, ekonomi biaya tinggi dan tentu juga berimplikasi pada harga jual yang tidak begitu kompetitif lagi ditambah dengan situasi derasnya baja impor akibat konsekwensi pasar bebas dan ekonomi global. Belum lagi faktor banyaknya pabrik-pabrik baja kecil yang memproduksi baja non SNI yang cukup menggangu market baja lokal dan dalam hal ini kita perlu mengapresiasi bahwa baru baru ini persoalan tersebut telah di sikapi dengan tegas oleh mentri Perdagangan Zulkfli Hasan dengan cara melakukan sidak dan penyitaan terhadap prodak baja Non SNI yang kualitasnya membahayakan masyarakat dengan harga jual di pasang sangat murah. Sementara jumlah sebaran pabrik baja yang demikian itu tidak sedikit, sudah lama menjamur dan otomatis menggangu penjualan prodak PT.Kras yang sudah berstandar SNI.
Kedua ; Teknologi yang di gunakan oleh PT.Kras saat ini sudah kalah bersaing dengan teknologi moderen industri baja yang lebih maju, sementara itu untuk melakukan penyesuaian atas perkembangan teknologi produksi PT.Kras dengan teknologi moderen sesungguhnya sudah di upayakan dengan rencana reformasi sistem produksi baja PT.Kras dari Electrical Art Furnace (EAF) menjadi Blast Furnace (BF). Hanya saja dalam proses perjalanannya terjadi "human error' akibat skandal Mega korupsi yang akhirnya merugikan keuangan negara melalui PT.Kras dan mengakibatkan divonisnya beberapa oknum pejabat direksi PT.Kras dan anak perusahaan karena akibat perbuatanya, dan masalah itu sudah terjadi sejak era pemerintahan sebelum Erik Tohir jadi Mentri (era Pemerintah masa lalu) yang justru menjadi beban berat dan sedang di tangani serius oleh era pemerintah saat ini.
Ketiga : Pada awalnya harapan akan kebangkitan PT.Kras itu menjadii sebuah optimisme besar ketika PT.Kras melakukan Joint Venture (JV) dengan perusahan Penanamanan Modal Asing (PMA) Pohang Iron and Steel (POSCO Korea) dengan cara bersama-sama patungan mendirikan perusahaan Joint Venture (JV) industri baja terpadu yaitu PT.Krakatau Posco (PT.KP) yang menggunakan teknologi produksi Blast Furnace (BF) dengan tujuan didirikannya dalam rangka mengoptimalkan kebutuhan baja nasional dan lainnya melalui kapasitas produksi 3.000.000 MT Per/tahun. Tujuan lain didirikannya PT.KP itu juga awalnya dalam rangka mengoptimalkan penggunaan bahan baku Sumber Daya Alam (SDA) dalam negeri. Namun hal tersebut sementara kandas diduga karena cengkraman dominasi dan kepentingan ekonomi bisnis dan usaha "rasis Korea" yang mendominasi potensi ekonomi, bisnis dan usaha di PT.KP. Sehingga pada kenyataanya kemudian Joint Venture (JV) sebagian saham PT.Kras di PT.Krakatau Posco itu tidak menghasilkan keuntungan yang sesuai dengan tujuan awal yang harapan, malah sejak awal beridirinya PT.KP hingga sampai dengan saat ini PT.Kras tidak mendapatkan bagi hasil keuntungan dari sahamnya yang dikelola PT.KP padahal hingga sampai dengan saat ini saham PT.Kras sudah mencapai 50 persen.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait