Hal ini diungkapkan alasan menurunnya partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak tahun 2024 oleh DPR dan pemerintah yang menilai kompak bahwa pemilih jenuh karena jarak pilpres, pileg, dan pilkada terlalu berdekatan. Maka dari itu, ada wacana untuk memisah tahun pelaksanaan pemilu dan pilkada patut dipertimbangkan.
Berbeda dengan alasan tersebut, Koordinator Sua.ra Logika Topan Bagaskara mengatakan alasan yang dilontarkan pemerintah terlalu normatif. Menurutnya ada sisi lain lebih fundamental yang dirasakan masyarakat luas. Praktik demokrasi transaksional atau politik uang yang bermuara pada pembelian jumlah suara pasangan calon secara terorganisir nasional.
"Kekecewaan itu disebabkan karena pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang masih jauh dari nilai-nilai ideal. Di mana perolehan suara diraih melalui transaksi uang, bukannya ide dan gagasan serta kemauan dan kepedulian untuk membangun," ungkap Topan.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait