Setelah itu, banyak kaum elit Belanda dan pribumi membeli mobil. Kemudian muncul komunitas otomotif di berbagai daerah, antara lain Soerabajasche Auto Club (nantinya berubah menjadi Java Auto Club), Semarangsche Auto Club, Nederlands Indie Automobiel Club, dan Deli Automobile Club.
Keberadaan komunitas tersebut secara tidak langsung berperan dalam perkembangan pariwisata di Hindia Belanda. Anggota komunitas sering berpelesir ke tempat-tempat wisata yang indah.
Ada pula fenomena berupa kompetisi pemecahan rekor waktu perjalanan Batavia-Surabaya menggunakan mobil atau sepeda motor yang diinisiasi Decnop pada 1912.
Pasca-Kemerdekaan
Pada era pasca-kemerdekaan, semua industri milik asing diakuisisi kaum pribumi. Ini berlaku pula pada industri otomotif.
Salah satu bentuk nasionalisasi di dunia industri otomotif adalah pendirian PT Indonesia Service Company (ISC) pada 1950, perusahaan perakit mobil pertama di Indonesia pasca-kemerdekaan.
Perusahaan ini dipimpin tokoh-tokoh yang memiliki relasi dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI). Di kemudian hari, terjadinya nasionalisme ekonomi memunculkan kelompok-kelompok borjuasi lokal di sektor industri otomotif, seperti kelompok Hasjim Ning dan kelompok borjuasi pro-PNI (Partai Nasional Indonesia) yang sama-sama bersaing dalam memegang lisensi impor mobil. Mereka mengandalkan koneksi politik dalam menjalankan bisnis.
Dilansir dari situs resmi Gaikindo, fenomena dalam sejarah otomotif nasional adalah gagalnya ambisi Presiden Soekarno membangun proyek mobil nasional. Ini menyebabkan terjadinya kekacauan dan kemunduran dalam industri otomotif pada pertengahan dasawarsa 1960-an.
Kebangkitan industri otomotif terjadi pada era Orde Baru yang dipicu berbagai kebijakan. Beberapa kebijakan penting yang dibuat adalah adanya kewajiban manufaktur otomotif asing memiliki agen pemegang merek (APM) serta larangan impor mobil utuh (completely built up/CBU).
Hal tersebut nyatanya mampu mendorong investasi dan meningkatkan skala produksi kendaraan bermotor di dalam negeri. Sosok perintis industri otomotif di Indonesia saat itu, antara lain William Soeryadjaya, Hadi Budiman, Sjarnoebi Said, dan Soebronto Laras.
Editor : Mahesa Apriandi