SERANG, iNewsBanten - Mendapatkan kesempatan menuntut ilmu di luar negeri ternyata tidak menutup hatinya kepada Indonesia. Adalah gadis asal Papua bernama Maria Jochu yang memutuskan kembali ke Jayapura untuk memajukan daerahnya.
Maria berkesempatan kuliah di Marshall University, Amerika serikat melalui beasiswa LPDP. Perjalanannya untuk berada di titik itu juga tidak mudah ia lalui.
Dikutip dari laman Media Keuangan Kemenkeu, Maria diketahui lahir dari keluarga yang sederhana, ayahnya merupakan pegawai negeri sipil dan ibunya adalah ibu rumah tangga. Ia merupakan anak terakhir dari 8 bersaudara.
“Bapak saya kan cuma pegawai negeri, mama ibu rumah tangga, secara ekonomi tidak bisa membiayai saya,” ucap dia dikutip iNews.id, Selasa (3/1/2022).
Selepas SMA, Maria memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke IPDN (Institut Pendidikan Dalam Negeri). Keputusannya itu dilakukan semata-mata tidak ada beban sekolah yang dikeluarkan oleh orang tuanya.
“Kalau IPDN kan gratis, dibiayai negara, jadi mereka nggak pusing (biaya),” kata Maria.
Dari sana, muncul sebuah keinginan untuk melanjutkan pendidikan di jenjang S2. Maria saat itu baru saja lulus dan bekerja di pemerintahan, ia pun nekat mengambil kredit pegawai untuk berkuliah lagi.
Maria mengakui ingin bisa memajukan keluarga serta daerahnya. Meski keputusan itu ditentang oleh keluarganya, Maria tetap nekat menjalaninya.
“Kan teman-teman di lingkungan (di IPDN) mau sekolah, saya sendiri kok tidak? Apakah saya harus tinggal di hutan? Kan di kota, jadi nekat pergi ambil kredit pegawai terus kuliah,” tutur dia.
Sayang, setelah satu semester ia merasa kurang cocok karena menilai perkuliahan tersebut terlalu santai. Ia mengaku butuh perkuliahan yang benar-benar belajar.
“Saya mau tuh sekolah tuh yang kayak di IPDN, sekolah yang betul-betul profesor, yang siap grak. Tiba-tiba ke sini kok santai-santai, kayak duduk, ada tugas, (bisa) tidak buat. ‘Kan kita bisa bekerja sama dengan si dosen, dengan staf administrasi di kampus. ‘Nggak kuliah juga kayaknya bisa dapat ijazah' jadi tidak nyambung,” ucap Maria.
Tak menutup keinginannya untuk terus belajar, Maria lagi-lagi melihat peluang. Saat itu, ia mendapat informasi bahwa BPSDM (Badan Pengelola Sumber Daya Manusia) kota Papua membuka kursus bahasa Inggris untuk para pegawainya.
Di sana, ia mengikuti kursus dan tes TOEFL. Hasilnya, Maria berhasil lulus TOEFL namun dengan skor paling rendah di antara lainnya.
“Kemudian dikasih tahu TOEFL. TOEFL itu paling bodoh sekali saya. Jadi nomor 45, murid terakhir dalam kelas itu saya (yang lulus) karena placement test itu pakai TOEFL. Tapi Puji Tuhan saya nomor terakhir, yang paling terakhir lolos,” ucap dia.
Maria terus berusaha mengisi asupan otaknya agar tidak ketinggalan di antaranya lainnya. Ia pun berkesempatan belajar bahasa Inggris di Australia.
Menempuh Pendidikan di Amerika Serikat
Pada tahun 2015, BPSDM Papua mengadakan pameran beasiswa di mana salah satunya adalah LPDP. Adapun, salah satu persyaratan LPDP adalah memiliki nilai IELTS. Maria pun mengikuti kursus agar hasil ujiannya memenuhi syarat.
“Saya sambil kursus 3 bulan itu betul-betul belajar, saya usaha harus bisa dapat (nilai) 5. Saya berjuang, ke kantor juga (membawa) buku bahasa Inggris. Jadi saya kerja, bahasa Inggris, kerja (lagi). Sampai kemudian kita tes bahasa Inggris, terus lolos," kata Maria.
Usaha memang tidak menghianati hasil. Maria pun lolos tahap terakhir dan memilih untuk menempuh pendidikan S2 dalam Program Human Resources di Marshall University, Amerika Serikat.
Di awal-awal perkuliahannya, Maria mengaku merasa sangat kesulitan. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk bergaul dan tinggal bersama orang Barat untuk membuatnya lancar berbahasa Inggris.
“Saya (pindah) gabung sama yang betul-betul bule. Jadi satu apartemen empat kamar, itu semua bule di dalam. Komunikasinya sama bule, teman main di kelas juga harus bule. Kalau tidak, saya nggak pintar pintar, ‘nggak paham paham. Kalau sama bule ‘kan cepat tuh,” kata Maria.
Selang tiga tahun kemudian, Maria lulus dengan gelar Master program Human Resources Management and Services. Gelar itu bagi Maria tidak sekadar gelar, tetapi merupakan pondasi untuk membangun daerahnya, yakni Papua.
“Jadi pertama orangtua yang bikin pulang, kemudian ya Papua. Papua (saat ini) tidak baik-baik saja. Jadi memang harus sekolah, dan memang harus kembali mengabdi. Kalau saya tidak menyaksikan dan merasakan langsung perkembangan dan perubahan apa yang terjadi di Papua, saya tidak bisa bantu untuk merubahnya. Jadi betul-betul harus merasakan setiap hal detail yang terjadi,” ucap wanita 31 tahun tersebut.
Kini Maria diberi mandat sebagai Lurah di Gurabesi, di pesisir Jayapura bagian Utara. Baginya beasiswa LPDP membuatnya lebih perhatian pada pembangunan di Papua dan tidak memikirkan diri sendiri.
Setelah semua pencapaiannya, Maria tidak cepat berpuas diri. Ada banyak keinginannya untuk dituntaskan, seperti mempunyai sebuah yayasan atau organisasi yang mewadahi para perempuan, terutama mama (sebutan untuk para ibu di Papua) serta anak-anak dengan tujuan agar perempuan lebih bisa mandiri dan berdaya saing.
“Mereka itu harus dikasih harapan, mereka harus dikasih kekuatan extra, dikasih pemberdayaan. Saya rasa kalau perempuan dengan anak kita berdayakan dengan baik, khususnya di Papua, mereka akan menopang pembangunan yang ada di Papua,” tutur Maria.
Pada 2021 lalu, Maria juga terpilih sebagai ketua organisasi Mata Garuda Papua, sebuah perkumpulan para alumni awardee LPDP yang berasal dari Papua. Maria berfikir bahwa Mata Garuda harus lebih banyak menyebarkan informasi terutama tentang beasiswa LPDP, Maria tidak mau hal yang terjadi pada dirinya dulu, yang miskin informasi, terjadi pada para penerusnya.
Artikel ini sudah tayang di iNews.id
Editor : Mahesa Apriandi