Beberapa peneliti, aktivis, dan pemerintah melihat rokok elektrik sebagai alternatif yang lebih rendah risiko dibandingkan dengan rokok konvensional. Public Health England rutin melakukan penelitian setiap tahun dan menyatakan bahwa rokok elektrik memiliki risiko yang jauh lebih rendah ketimbang rokok konvensional. Untuk itu, upaya untuk melakukan standardisasi device perlu dilakukan agar semua device yang beredar di pasaran terkontrol dan tepat sasaran.
"Standardisasi produk bisa membantu mengurangi penyalahgunaan dan bahkan bisa menjadi jalan untuk edukasi penggunaan vape kepada penggunanya," kata Tri Budhi (31/5).
Saat ini Indonesia masih belum menerapkan kerangka pengurangan dampak buruk tembakau (tobacco harm reduction atau THR) dengan produk tembakau alternatif seperti vape. Berdasarkan laman situs antismoking.global, Indonesia berada di urutan 44 dari 64 negara dalam hal pengembangan regulasi yang mendukung inovasi dan kebijakan publik yang tepat untuk mengurangi prevalensi perokok. Sementara itu, negara-negara yang telah mengadopsi kerangka pengurangan dampak buruk tembakau dalam kebijakan negaranya, seperti Inggris dan Swedia berada di urutan atas. Hal ini dikarenakan kedua negara tersebut telah secara efektif menurunkan prevalensi perokok melalui produk tembakau alternatif, seperti vape, tembakau dipanaskan, dan kantung nikotin.
Apakah lebih bijak kalau kita pakai kata 'praktisi kesehatan' saja instead of ahli? Rasa-rasanya 'ahli kesehatan' itu adalah orang yang memiliki background kesehatan dari hasil belajar saja, bukan 'dokter'. Sedangkan di sini dr. Tri Budhi adalah 'dokter'. Wdyt Pak Rud?
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait