SERANG, iNewsBanten - Polda Banten enggan menanggapi kelanjutan kasus perebutan tanah Durian Jatohan Haji Arief (DJHA), yang berlokasi di Kecamatan Baros, Kabupaten Serang, Banten.
"Saya belum makan duren saya," jawab Dirkrimum Polda Banten, Kombes Pol Yudhis Wibisana, di Mapolda Banten, Selasa, 11 Juni 2024, dijumpai usai ekspose kasus Badak Banten.
Dalam kasus setidaknya, Polda Banten sudah menetapkan enam tersangka, yakni, NC, AW, DF, AN, SM dan AP. Mereka ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan laporan Sabarto Saleh, selaku pemilik lahan DJHA, pada 02 November 2023.
Selain menetapkan tersangka, penyidik juga sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Tinggi Banten. Meski telah dijadikan tersangka, para pelaku hanya dikenakan wajib lapor, dan tidak dilakukan penahanan.
Ketika dikonfirmasi kelanjutan kasus rebutan lahan DJHA, antara Sabarto Saleh dengan Aat Atmawijaya, Kombes Pol Yudhis Wibisana enggan menjawabnya.
"(Penetapan tersangka enam orang bagaimana kelanjutannya) Itu urusan kasubdit nanti," terangnya, seraya bergegas.
Sedangkan Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Banten, Kompol Akbar Baskoro, yang menemani Direskrimum Polda Banten, Kombes Pol Yudhis Wibisana, juga enggan menjawab mengenai kelanjutan kasus tersebut. Dia pun menghindari awak media yang mengkonfirmasinya.
"Nanti ya nanti," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa Atmawijaya menggugat Sabarto Saleh, pemilik lahan yang memiliki AJB sekaligus Sertifikat Hak Milik lahan seluas 1.937 meter persegi Persil nomor 006, Blok Koprah, di Kecamatan Baros. Namun gugatan Atmawijaya ditolak Majelis Hakim PN Serang.
Penolakan atas gugatan Atmawijaya tertuang dalam amar putusan PN Serang Nomor 102/Pdt.G/2023/PN Serang tertanggal 7 Mei 2024.
Dalam surat putusan tersebut Majelis Hakim PN Serang yang diketuai oleh Rendra, SH, MH menolak gugatan karena dinilai cacat formil.
"Mengadili, dalam Provisi Menolak Gugatan Provisi Tergugat I dan Tergugat II, dalam Eksepsi - Menyatakan eksepsi dari Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat III tidak dapat diterima; “Dalam Pokok Perkara, menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet On vankelijke verklaard)," demikian tertuang dalam dokumen Putusan Pengadilan Negeri Serang, tertanggal 14 Mei 2024.
Pemilik lahan, Sabarto Saleh, telah melaporkan dugaan penyerobotan tanah ke Polda Banten sebanyak dua kali. Laporan pertama pada 17 Januari 2023, dan yang kedua pada 02 November 2023.
Pada laporan kedua telah ditetapkan tersangka sebanyak enam orang, antara lain tersangka AW, NC, DF, AN, SM dan AP.
Bahkan dari dokumen pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan 15 Januari 2024, kata Sabarto, penyidik telah memeriksa tersangka dan akan mengirimkan berkas perkara ke Kejati Banten.
Sebelumnya, terlapor juga ditetapkan tersangka pada 23 Mei 2023. Setelah itu penyidik melimpahkan berkas ke Kejati Banten pada 3 Juli 2023.
Namun terjadi Prapradilan pada 10 Juli 2023 hingga terbit surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 pada 8 September 2023.
Dari perkara ini, pihaknya tidak ingin terulang kembali untuk kedua kalinya. Apalagi legalitas kepemilikan lahan DJHA sudah jelas miliknya dengan bukti sertifikat hak milik.
Terkait hal itu, pihaknya harus berurusan dengan Pengadilan Negeri (PN) Serang karena digugat secara perdata oleh Aat Atmawijaya atas dasar surat wasiat yang diklaim ditulis mendiang H. Arif, orang tua Atmawijaya.
Menurutnya, surat wasiat tersebut diduga palsu lantaran materai yang digunakan pada 2014 sesuai keterangan Dirjen Pajak. Sedangkan wasiat itu dibuat pada 2009.
"Penempatan lahan dengan surat wasiat yang diduga palsu karena ada materai tempel yang diproduksi 2014," papar Sabarto Saleh.
Ia mengaku heran para tersangka tidak ditahan Polda Banten dan masih menguasai lahan miliknya untuk jualan durian.
Sabarto menduga, dari para tersangka kerap mengklaim dan mencatut nama ulama besar di Banten. Sehingga tidak ditahan dan hanya wajib lapor.
Padahal, dirinya mendapat informasi bahwa ulama tersebut telah memberikan surat keterangan tidak ikut campur masalah tersebut.
Ia menerangkan, kasus ini dibawa ke ranah hukum setelah berselisih paham tentang pengelolaan DJHA dengan Atmawijaya yang merupakan mendiang H. Arif. Dari ingin mengubah managemen, lalu penawaran lahan yang ingin dibeli Aat Atmawijaya, hingga keluar surat wasiat.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait