Maria mengakui ingin bisa memajukan keluarga serta daerahnya. Meski keputusan itu ditentang oleh keluarganya, Maria tetap nekat menjalaninya.
“Kan teman-teman di lingkungan (di IPDN) mau sekolah, saya sendiri kok tidak? Apakah saya harus tinggal di hutan? Kan di kota, jadi nekat pergi ambil kredit pegawai terus kuliah,” tutur dia.
Sayang, setelah satu semester ia merasa kurang cocok karena menilai perkuliahan tersebut terlalu santai. Ia mengaku butuh perkuliahan yang benar-benar belajar.
“Saya mau tuh sekolah tuh yang kayak di IPDN, sekolah yang betul-betul profesor, yang siap grak. Tiba-tiba ke sini kok santai-santai, kayak duduk, ada tugas, (bisa) tidak buat. ‘Kan kita bisa bekerja sama dengan si dosen, dengan staf administrasi di kampus. ‘Nggak kuliah juga kayaknya bisa dapat ijazah' jadi tidak nyambung,” ucap Maria.
Tak menutup keinginannya untuk terus belajar, Maria lagi-lagi melihat peluang. Saat itu, ia mendapat informasi bahwa BPSDM (Badan Pengelola Sumber Daya Manusia) kota Papua membuka kursus bahasa Inggris untuk para pegawainya.
Di sana, ia mengikuti kursus dan tes TOEFL. Hasilnya, Maria berhasil lulus TOEFL namun dengan skor paling rendah di antara lainnya.
“Kemudian dikasih tahu TOEFL. TOEFL itu paling bodoh sekali saya. Jadi nomor 45, murid terakhir dalam kelas itu saya (yang lulus) karena placement test itu pakai TOEFL. Tapi Puji Tuhan saya nomor terakhir, yang paling terakhir lolos,” ucap dia.
Maria terus berusaha mengisi asupan otaknya agar tidak ketinggalan di antaranya lainnya. Ia pun berkesempatan belajar bahasa Inggris di Australia.
Editor : Mahesa Apriandi