Dulu Pernah Disebut Gila Karena Beli Tambang, Kini Low Tuck Kwong Orang Terkaya Ke-2 RI

Suparjo Ramalan
Raja batu bara Low Tuck Kwong orang terkaya ke-2 RI, dulu disebut gila karena beli tambang. (foto: Istimewa)

Pada 1973 atau ketika Low berusia 25 tahun, dia mendapatkan proyek pertamanya, melakukan pekerjaan dasar untuk pabrik es krim di Ancol, di pesisir Jakarta. Low mengatakan, dia adalah kontraktor pertama di Indonesia yang menggunakan palu diesel untuk pemancangan demi mempercepat pekerjaan.

Saat menjalankan tugasnya, Low mendapat terobosan besar. Dia mengaku sangat beruntung bisa bertemu dengan Liem Sioe Liong, pendiri Grup Salim. 

"Dia melihat kami membawa barang, menghentikan kami dan berbicara dengan saya. Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak bisa berbahasa Indonesia, dan dia memberi saya kartu namanya, berbicara kepada saya dalam bahasa Mandarin dan meminta saya untuk menemuinya," kata Low, dikutip dari Forbes, Sabtu (10/1/2/2022).

Pertemuan itu membawa Low akhirnya bekerja sama dengan Liem dan putra bungsunya, Anthoni Salim. 

"Mereka banyak membantu kami," ucapnya. 

Selain dengan Grup Salim, Low juga bekerja sama dengan anak perusahaan Pembangunan Jaya, Jaya Steel untuk mendirikan Jaya Sumpiles Indonesia. Awalnya kepemilikan saham berimbang 50:50, namun kemudian Low mengakusisi semua saham perusahaan tersebut.

Setelah itu, pada akhir 1987, dia memutuskan memasuki bisnis kontraktor batu bara. Saat itu, industri batu bara di Indonesia sedang tumbuh. 

Kemudian, Jaya Sumpiles bekerja sama dengan beberapa penambang untuk melakukan pemindahan, penambangan, dan pengangkutan lapisan penutup. Pada November 1997, setelah memiliki pengalaman selama satu dekade di industri batu bara dan memiliki kewarganegaraan Indonesia, Low membeli konsesi pertamanya, yakni Gunungbayan Pratamacoal di Kalimantan Timur.

Produksi dimulai pada 1998, bertepatan dengan krisis ekonomi di Asia. Pengiriman pertamanya membuatnya kehilangan 3 dolar AS per ton karena merosotnya harga batu bara. 

"Perjalanan kami tidak mudah sejak awal. Orang-orang menertawakan kami (karena membeli tambang). Mereka bilang kami gila," ujar Low.

Namun dalam perjalanannya, keputusan Low tidak salah. Bisnisnya menguntungkan dan terus berkembang. Bahkan, dia mendapatkan konsesi dan saham mayoritas di Dermaga Perkasapratama, operator Terminal Batubara Balikpapan, salah satu yang terbesar di Indonesia, yang saat ini memiliki kapasitas stockpile 1,5 juta ton atau 24 juta ton per tahun dan dapat diperpanjang.

Editor : Mahesa Apriandi

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network